"Selamat Datang di Web Kami, Semoga Bermanfaat!"

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI FLUERA

 

A. ANATOMI PERNAFASAN

clip_image002

1. Saluran Pernafasan Bagian Atas

Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup

a. Hidung

Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan di tutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung. Bagian hidung lainnya adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rangga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.

b. Faring

Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang muli dari dasr tenggorokan sampai dengan esofagus yang terletak dibelakang naso faring (di belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan larino faring (di belakang faring).

c. Laring

Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atasdua lamina yang bersambung di garis tengah.

d. Epiglotis

Epiglotis merupakan katup tulang rawqan yang berfungsi membantu menutup laringketika orang sedang menelan.

2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakea, tendon bronchus, segmen bronchus, dan bronkhiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.

a. Trakea

Trakhea atau disebut juga sebagi batang tenggorok yang memiliki panjang kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas dampai dua piluh lingkaran toidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lender yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.

b. Bronkhus

Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan bawah, Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.

c. Paru-paru

Merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Letak pari itu sendiri di dalam rongga thoraks sehingga tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus, karena alveolus pada hakikatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada waktu ekspirasi. Tetapi untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terdapat pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Defisiensi surfaktan dianggap sebagai faktor penyaring pada patogenesis sejumlah penyakit paru-paru

B. FISIOLOGI PERNAFASAN

1. Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhi, diantaranya adalah perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat maka tekana udara semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau mengembang dan mengempisnya, adanya jalan nafas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri dari berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokntriksi atau proses penyempitan, dan adanya reflek batuk serta muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi. Adanya peran mukus ciliaris sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thorak atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, surfaktan disekresi saat klien menarik napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO₂ atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO₂ tidak dapat keluar secara maksimal.

2. Difusi Gas

Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO₂ kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu:

a. Luas permukaan paru.

b. Tebal membran respirasi/ permeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli dan interstisial keduanya.

c. Perbedaaan tekanan dan konsentrasi O₂, hal ini dapat terjadi seperti O₂ dari alveoli masuk ke dalam darah oleh tekanan O₂ dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O₂ darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan pCO₂ dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.

d. Afinitas fas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.

3. Transportasi Gas

Merupakan transportasi antara O₂ kapiler ke jaringan tubuh dan CO₂ jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi O₂ akan berikatan dengan Hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larutan dalam plasma (5%). Kemudian transportasi CO₂ akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larutan dalam plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO₃ berada pada darah (65%). Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya: curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki pada akhir diastol. Faktor lain dalam menentukan proses transportasi adalah kondisi pembuluh darah, latihan/ olag raga (exercise), hematokrit (perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau HCT/PCV), eritosit, dan Hb.

C. PENGERTIAN EFUSI PLUERA

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786).

D. ETIOLOGI

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis.

1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), sindroma vena cava superior, tumor.

2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen.

3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemic, tumor dan tuberkolosis

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. PATOFISIOLOGI

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

G. PATWAY

Terlampir

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

2. Ultrasonografi

3. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

4. Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).

5. Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

6. CT Scan Thoraks berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

7. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinoma (Soeparman, 1990, 787).

- Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh

- Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

- Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru

Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 ) menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

- Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.

5. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

6. Antibiotika jika terdapat empiema.

7. Operatif.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien

2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat kerumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada,nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya

6. Riwayat Psikososial meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

B. PENGKAJIAN POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

4. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

5. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6. Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

7. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

8. Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.

9. Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

10. Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

2. Sistem Respirasi

a) Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

b) Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

c) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

3. Sistem Cardiovasculer

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.

b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.

c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4. Sistem Pencernaan

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.

c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.

d) Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

5. Sistem Neurologis

a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6. Sistem Muskuloskeletal

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7. Sistem Integumen

a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.

b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan

a) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

b) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).

c) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

d) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).

e) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

f) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

2. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

a) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Rencana tindakan : Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

(1) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

(2) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

(3) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

(4) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.

(5) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

(6) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

(1) Auskultasi suara bising usus.

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

(2) Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.

(3) Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

(4) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.

(5) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP

Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.

(6) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.

c) Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :

(1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.

(2) Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

(3) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

(4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

(5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

(6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

d) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :

(1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasional : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.

(2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.

Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.

(3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

(4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

e) Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Rencana tindakan :

(1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

(2) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

(3) Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.

(4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.

(5) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

(6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.

f) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.

Kriteria hasil :

(1) Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

(2) PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.

(3) Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

(1) Kaji patologi masalah individu.

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

(2) Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

(3) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).

Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

(4) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

3. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.

e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.

f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

No comments:

Post a Comment